5 Jan 2021

Sistem Nilai Budaya

 

Bab 3 Sistem Nilai Budaya Mapel Antropologi Kelas 11


Konsep Nilai Budaya

Sistem nilai budaya merupakan pedoman yang mengatur tingkah laku para warga pendukung kebudayaan dimana  pedoman ini meliputi aturan seperti sopan santun, adat istiadat, pandangan hidup atau ideologi dan sebagainya. Sebagai bagian dari adat istiadat dan wujud ideal dari kebudayaan, maka sistem nilai budaya ini seolah-olah mengikat individu. Hal ini dikarenakan, nilai-nilai budaya ini telah diajarkan atau ditanamkan sejak individu tersebut masih kecil sehingga konsepsi-konsepsi akan nilai budaya ini telah berakar dalam jiwa mereka dan sulit untuk dilepaskan.

Dalam sistem nilai budaya terdapat beberapa jenis yang dapat digolongkan berdasarkan sifat, ciri, dan tingkat keberadaannya.

  1. Berdasarkan sifatnya, terdapat beberapa jenis seperti nilai kepribadian, kebendaan, biologis, kepatuhan hukum, pengetahuan, agama, dan keindahan.
  2. Berdasarkan cirinya, terdapat dua jenis yaitu nilai yang mendarah daging (internalized value) dan nilai dominan.
  3. Berdasarkan tingkat keberadaannya, terdapat dua jenis yaitu nilai yang berdiri sendiri dan nilai yang tidak berdiri sendiri

Pewarisan Nilai-Nilai Budaya

Manusia dan kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini, manusia sebagai pendukung kebudayaan akan selalu mencoba untuk mewariskan nilai-nilai kebudayaan tersebut pada anak cucu mereka. Dalam proses pewarisan nilai-nilai budaya ini terdapat dua cara yaitu melalui sosialisasi dan enkulturasi.

  1. Sosialisasi

Sosialisasi diartikan sebagai proses interaksi yang dilakukan secara terus menerus hingga manusia tersebut memperoleh identitas diri dan keterampilan-keterampilan sosial. Dalam hal ini, Koentjaraningrat berpendapat bahwa sosialisasi merupakan proses belajar kebudayaan yang berhubungan dengan sistem sosial dimana seorang individu dari masa kanak-kanak diajarkan untuk bertindak dan berinteraksi sesuai dengan nilai, norma dan peranan sosialnya di masyarakat. Dalam proses sosialisasi, seseorang akan akan belajar untuk memahami, menghayati, menyesuaikan, dan melaksanakan tindakan sosial yang sesuai dengan pola perilaku masyarakat.

  1. Enkulturasi

Proses enkulturasi merupakan proses seseorang dalam mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap mereka sesuai dengan adat, sistem norma, dan peraturan hidup dalam kebudayaannya. Pada proses ini, secara tidak langsung mereka telah memperoleh pewarisan kebudayaan dalam kehidupannya karena menyesuaikan diri dan bersikap sesuai dengan tuntutan norma atau adat kebudayaan yang berlaku di masyarakat.

Selain memberikan materi mengenai sistem nilai budaya, penulis juga akan menyajikan artikel berita yang terkait dengan materi di atas. Artikel berita tersebut berupa pengenalan nilai budaya melalui bazar produk lokal. Berikut merupakan link berita tersebut.

A. Budaya Lokal

budaya lokalWayang dan gamelan merupakan budaya lokal masyarakat Jawa. Sebaiknya sejak dini anak diajarkan budaya lokal yang berada di tempat tinggal mereka.

         

         Budaya lokal biasanya didefinisikan sebagai budaya asli dari suatu kelompok masyarakat tertentu. Menurut J.W. Ajawaila, budaya lokal adalah ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal. Akan tetapi, tidak mudah untuk merumuskan atau mendefinisikankonsep budaya lokal. Menurut Irwan Abdullah, definisi kebudayaan hampir selalu terikat pada batas-batas fisik dan geografis yang jelas. Misalnya, budaya Jawa yang merujuk pada suatu tradisi yangberkembang di Pulau Jawa. Oleh karena itu, batas geografis telah dijadikan landasan untuk merumuskan definisi suatu kebudayaan lokal. Namun, dalam proses perubahan sosial budaya telah muncul kecenderungan mencairnya batas-batas fisik suatu kebudayaan. Hal itu dipengaruhi oleh faktor percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi secara global sehingga tidak ada budaya lokal suatu kelompok masyarakat yang masih sedemikian asli.
Kemajemukan budaya lokal di Indonesia tercermin dari keragaman budaya dan adat istiadat dalam masyarakat. Suku bangsa di Indonesia, seperti suku Jawa, Sunda, Batak, Minang, Timor, Bali, Sasak, Papua, dan Maluku memiliki adat istiadat dan bahasa yang berbeda-beda. Setiap suku bangsa tersebut tumbuh dan berkembang sesuai dengan alam lingkungannya. Keadaan geografis yang terisolir menyebabkan penduduk setiap pulau mengembangkan pola hidup dan adat istiadat yang berbeda-beda. Misalnya, perbedaan bahasa dan adat istiadat antara suku bangsa Gayo-Alas di daerah pegunungan Gayo-Alas dengan penduduk suku bangsa Aceh yang tinggal di pesisir pantai Aceh.

B. Ciri Budaya Lokal

  Ciri-ciri budaya lokal dapat dikenali dalam bentuk kelembagaan sosial yang dimiliki oleh suatu suku bangsa. Kelembagaan sosial merupakan ikatan sosial bersama di antara anggota masyarakat yang mengoordinasikan tindakan sosial bersama antara anggota masyarakat. Lembaga sosial memiliki orientasi perilaku sosial ke dalam yang sangat kuat. Hal itu ditunjukkan dengan orientasi untuk memenuhi kebutuhan anggota lembaga sosial tersebut. Bentuk kelembagaan sosial itu dapat dijumpai dalam sistem gotong royong di Jawa dan di dalam sistem banjar atau ikatan adat di Bali. Gotong royong merupakan ikatan hubungan tolong-menolong di antara masyarakat desa. Di daerah pedesaan pola hubungan gotong royong dapat terwujud dalam banyak aspek kehidupan. Kerja bakti, bersih desa, dan panen bersama merupakan beberapa contoh dari aktivitas gotong royong yang sampai sekarang masih dapat ditemukan di daerah pedesaan. Di dalam masyarakat Jawa, kebiasaan gotong royong terbagi dalam berbagai macam bentuk. Bentuk itu di antaranya berkaitan dengan upacara siklus hidup manusia, seperti perkawinan, kematian, dan panen yang dikemas dalam bentuk selamatan.

C. Budaya Asing


budaya asing
 Budaya asing merayakan tahun baru yang diikuti juga oleh masyarakat Indonesia.

      Budaya asing tidak harus selalu diartikan budaya yang berasal dari luar negeri, seperti budaya barat. Namun, tidak bisa disangkal bahwa budaya barat berupa makanan, mode, seni, dan iptek memang telah banyak memengaruhi budaya masyarakat di Indonesia. Pada abad ke-20 dan ke-21, pengaruh budaya asing di Indonesia dapat terlihat melalui terjadinya gejala globalisasi. Dalam proses globalisasi terjadi penyebaran unsur-unsur budaya asing dengan cepat melalui sarana teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi.

D. Pengaruh Budaya Asing dalam Era Globalisasi

     Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, Indonesia telah memasuki era globalisasi. Kemajuan teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi telah menyebabkan masuknya pengaruh budaya dari seluruh penjuru dunia dengan cepat ke Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, globalisasi adalah proses terbentuknya sistem organisasi dan sistem komunikasi antar-masyarakat di seluruh dunia. Tujuannya adalah untuk mengikuti sistem serta kaidah-kaidah yang sama. Pada era globalisasi, peristiwa yang terjadi di suatu negara dapat diketahui dengan cepat oleh negara lain melalui media massa, seperti televisi, radio, surat kabar atau internet.

C. Saluran-saluran globalisasi, antara lain sebagai berikut.

1. Media Massa

media massa

Media massa sangat dibutuhkan oleh setiap orang.

          Arus globalisasi diperoleh melalui media komunikasi massa, seperti radio, televisi, surat kabar, film, dan internet. Globalisasi melalui media massa telah membuat dunia menjadi seolah-olah tanpa batas. Melalui media massa, seperti televisi yang disiarkan dalam jaringan satelit, peristiwa bencana Tsunami di Aceh pada tahun 2004 dapat diketahui di seluruh dunia. Demikain juga dengan perkembangan internet yang telah memudahkan perkembangan iptek dengan adanya kemudahan mengakses berbagai informasi dari seluruh penjuru dunia dengan murah dan cepat. Selain itu, dalam arus globalisasi, terjadi perubahan perilaku masyarakat di bidang mode pakaian, peralatan hidup, dan makanan akibat pengaruh penyebaran informasi dari luar negeri melalui media massa.

2. Pariwisata Internasional
pariwisataNegara mendapatkan devisa terbanyak berasal dari pariwisata.

    Berkembangnya sektor pariwisata internasional juga berpengaruh terhadap penyebaran arus globalisasi. Kegiatan pariwisata internasional yang melibatkan banyak negara dapat dilakukan dengan mudah karena adanya kemajuan sarana transportasi dan telekomunikasi. Dengan meningkatnya kebutuhan wisata antarnegara menyebabkan masuknya devisa yang sangat dibutuhkan untuk membiayai pembangunan suatu negara. Dengan berkembangnya sektor pariwisata internasional, seseorang dapat dengan mudah berpergian dari satu negara ke negara lainnya.

3. Lembaga Perdagangan dan Industri Internasional
Globalisasi dalam perdagangan internasional ditandai dengan adanya pasar bebas. Dalam era pasar bebas, setiap negara akan berlomba-lomba mengembangkan keunggulan komparatifnya untuk menarik para investor dari luar negeri. Era pasar bebas juga ditandai adanya kebebasan kontak perdagangan antarnegara tanpa dibatasi hambatan fiskal dan tarif. Walaupun setiap negara bebas untuk menjalin hubungan perdagangan, namun tetap diperlukan suatu wadah kerja sama di bidang ekonomi. Misalnya, pendirian dewan kerja sama ekonomi Asia Pasifik (APEC) dan dewan kerja sama ekonomi Amerika Utara (NAFTA).

D. Dampak Globalisasi

Dampak positif globalisasi, antara lain sebagai berikut:
1. Kemajuan di bidang teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi yang memudahkan kehidupan manusia.
2. Kemajuan teknologi menyebabkan kehidupan sosial ekonomi lebih produktif, efektif, dan efisien sehingga membuat produksi dalam negeri mampu bersaing di pasar internasional.
3. Kemajuan teknologi memengaruhi tingkat pemanfaatan sumber daya alam secara lebih efisien dan berkesinambungan.

Globalisasi juga mempunyai dampak negatif, antara lain sebagai berikut:
1. Terjadinya sikap mementingkan diri sendiri (individualisme) sehingga kegiatan gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat mulai ditinggalkan.
2. Terjadinya sikap materialisme, yaitu sikap mementingkan dan mengukur segala sesuatu berdasarkan materi karena hubungan sosial dijalin berdasarkan kesamaan kekayaan, kedudukan sosial atau jabatan. Akibat sikap materialisme, kesenjangan sosial antara golongan kaya dan miskin semakin lebar.
3. Adanya sikap sekularisme yang lebih mementingkan kehidupan duniawi dan mengabaikan nilai-nilai agama.
4. Timbulnya sikap bergaya hidup mewah dan boros karena status seseorang di dalam masyarakat diukur berdasarkan kekayaannya.

E. Proses saling memengaruhi budaya dapat terjadi melalui proses sebagai berikut:

AKULTURASI KEBUDAYAAN

Masjid Kudus merupakan hasil akulturasi antara agama Hindu dan agama Islam.

1. Akulturasi Kebudayaan

       Salah satu unsur perubahan budaya adalah adanya hubungan antar budaya, yaitu hubungan budaya lokal dengan budaya asing. Hubungan antar budaya berisi konsep akulturasi kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat istilah akulturasi atau acculturationatau culture contact yang digunakan oleh sarjana antropologi di Inggris mempunyai berbagai arti di antara para sarjana antropologi. Menurut Koentjaraningrat akulturasi adalah proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan lokal itu sendiri.
Di dalam proses akulturasi terjadi proses seleksi terhadap unsur- unsur budaya asing oleh penduduk setempat. Contoh proses seleksi unsur-unsur budaya asing dan dikembangkan menjadi bentuk budaya baru tersebut terjadi pada masa penyebaran agama Hindu-Buddha di
Indonesia sejak abad ke-1. Masuknya agama dan kebudayaan Hindu–Buddha dari India ke Indonesia berpengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaan Indonesia. Unsur-unsur kebudayaan Hindu–Buddha dari India tersebut tidak ditiru sebagaimana adanya, tetapi sudah dipadukan dengan unsur kebudayaan asli Indonesia sehingga terbentuklah unsur kebudayaan baru yang jauh lebih sempurna. Hasil akulturasi kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Hindu–Buddha adalah dalam bentuk seni bangunan, seni rupa, aksara, dan sastra, sistem pemerintahan, sistem kalender, serta sistem kepercayaan dan filsafat. Namun, meskipun menyerap berbagai unsur budaya Hindu–Buddha, konsep kasta yang diterapkan di India tidak diterapkan di Indonesia.

asimilasi

Reog Ponorogo merupakan hasil asimilasi kebudayaan.

2. Asimilasi Kebudayaan
Konsep lain dalam hubungan antarbudaya adalah adanya asimilasi (assimilation) yang terjadi antara komunitas-komunitas yang tersebar di berbagai daerah. Koentjaraningrat menyatakan bahwa asimilasi adalah proses sosial yang timbul apabila adanya golongan-golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda yang saling bergaul secara intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan tersebut berubah sifatnya dan wujudnya yang khas menjadi unsur-unsur budaya campuran. Menurut Richard Thomson, asimilasi adalah suatu proses di mana individu dari kebudayaan asing atau minoritas memasuki suatu keadaan yang di dalamnya terdapat kebudayaan dominan. Selanjutnya, dalam proses asimilasi tersebut terjadi perubahan perilaku individu untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan dominan.
Proses asimiliasi terjadi apabila ada masyarakat pendatang yang menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat sehingga kebudayaan masyarakat pendatang tersebut melebur dan tidak tampak unsur kebudayaan yang lama. Di Indonesia, proses asimilasi sering terjadi dalam masyarakat karena adanya dua faktor. Pertama, banyaknya unsur kebudayaan daerah berbagai suku bangsa di Indonesia. Kedua, adanya unsur-unsur budaya asing yang dibawa oleh masyarakat pendatang seperti warga keturunan Tionghoa dan Arab yang telah tinggal secara turun-temurun di Indonesia. Di dalam masyarakat, interaksi antara masyarakat pendatang dan penduduk setempat telah menyebabkan terjadinya pembauran budaya asing dan budaya lokal. Contoh asimilasi budaya tersebut terjadi pada masyarakat Batak dan Tionghoa di Sumatra Utara. Menurut Bruner, para pedagang Tionghoa yang tinggal di daerah Tapanuli sadar bahwa mereka merupakan pendatang sehingga mereka berusaha belajar bahasa Batak dan menyesuaikan diri dengan adat istiadat setempat karena dianggap menguntungkan bagi usaha perdagangan mereka. Sebaliknya, anggota masyarakat Batak Toba yang tinggal di Medan berusaha menyesuaikan diri dengan kebudayaan masyarakat setempat yang didominasi etnik Tionghoa. Selanjutnya, ia akan belajar bahasa Cina karena pengetahuan tersebut dianggap berguna dalam melakukan transaksi perdagangan dengan warga keturunan Tionghoa.

Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar