20 Okt 2015

manusia jadi-jadian



pagi  ini selasa 20 oktober 2015 ketika tidak ada satupun rantai pekerjaaan membelengguku, aku mulai mengotak atik memori yang sudah lama tenggelam dalam ingatan, kuselami lebih dalam, mencoba mengingat-ingat bebrapa memori yang pernah kurekam ketika aku berkunjung ke beberapa tempat di Magelang, Pertama-tama ketika aku mendapat tugas mendampingi tim majalah sekolah  menyusuri dekap-dekap candi Borobudur, panas sekali waktu itu sejumlah rombongan dengan sengaja berteduh dibawah pohon kelapa disekitar pelataran parkir. aku yang memegang senapan gambar,,,  sejenis lensa yang bisa menangkap saturasi, setelah aku memakan hidangan makan siangku au menemukan satu enggle yang dapat menangkap manusia topi, yah manusia topi serupa topi, setelah benar-benar kupastikan au mengambil momen itu. Manusia Topi, aku menyebutnya adalah manusia rupa-rupa topi, dari topnya sendiri sampai beberapa topi yang aku sendiri baru melihat bentuknya. ingin ku sapa dirinya, misalnya seperti ini. "buk, topinya ada berapa?", tapi hatiku tiba-tiba menghentikan pikiran dari otakku, karena aku ingat waktu itu saat aku duduk di bangku gedung C Fakultas ilmu sosial, mata kuliah antro gender membahas tentang doble borden perempuan di negara dunia ke tiga, bagaimana perempuan harus meambah jam kerjanya ketika suami tidakah cuup menanggung semuanya secara materi, pada akhirnya mereka rela sebagai Konco wingking sekaligus mencari koin rupiah untuk sekedar membeli beras, setelah hatiku menjelaskan secara lebih detail, pikirankupun terhenti dengan sengaja. Manusia topi, bisa kau jumpai sendiri, belum kutelti belum aku menamati, aku hanya sekedar mencuri arti, silahkan artikan sendiri.
selanjutnya ketika ak erkunjung ketempat teman lama, dekat dengan sekolahanku  dulu, SMA N 1 Bandongan, aku mengampiri keramaian yang sebenarnya tak asing bagiku, karena dari dahulu Bangsawan Jawa sebagian besar memiliki hobi eksklusif, salah satunya menjadi Manusia Burung. begitulah aku menyebutnya, dalam beberapa dekade burung dari berbagai jenis menjadi obyek perhatian mereka, dari unsur kesukaan terhadap bulu, kicau sampai mitos yang melatar belakanginya, kenapa aku menyebutnya manusia burung?, munggkin hanya sedikit yang bisa aku terjemahkan, selain aku tak pandai merawat burung, aku juga tak mengenalnya secara spesifik, Para manusia burung rela mencurahkan waktu dan hatinya, semaam sayang pada sesuatu secara berlebihan, misalnya, untuk membeli sangkar saja mereka rela untuk menyepadankan dengan harga burung yang mereka miliki, dari sini bisa dilihat kualitas yang mereka jaga,

#bersambung
#blokosuto



Tidak ada komentar:

Posting Komentar